Astro Malaysia Tidak Berniat Baik, Sejak Awal

Kritik saya terhadap Astro Malaysia rupanya membuat gerah sejumlah orang. Saya dkirimi email, dikomentari di milis dan dikomentari di blog. Salah satu tuduhan yang dilontarkan pada saya adalah saya orang bayarannya Indovision. Mmm, saya duga sih, di luar isu Astro ini, mereka yang ada di kelompok MNC pun, sebagaimana banyak orang di industri televisi lainnya, juga tidak terlalu suka pada saya. Masalahnya sederhana: ketika saya di KPI dulu, saya sering menegur mereka, termasuk menegur Fashion Channel yang ditayangkan di Indovision. Jadi dugaan bahwa saya dibayar Indovision tak perlulah dipercaya.

Biasa-biasa sajalah. Kritik saya kepada Astro ya karena saya merasa mereka merugikan dan mempecundangi Indonesia. Sistem pertelevisian yang baik adalah suatu hal yang penting karena ini adalah sebuah industri yang memiliki nilai ekonomi luar biasa  serta memiliki pengaruh budaya, sosial dan politik yang tingi. Karena posisinya yang sangat strategis, perlu ada penataan pertelevisian yang baik pula. Masalah dengan Astro, mereka  merusak tananan di Indonesia.

Orang-orang Astro kerap berargumen bahwa mereka hanyalah korban persaingan usaha di Indonesia. Seolah-olah berbagai pemberitaan negatif mengenai mereka yang diangkat media akhir-akhir ini adalah hasil kerja yang terorkestrasi dengan rapih oleh, terutama, Indovision. Tuduhan mereka adalah karena Indovision kehilangan banyak pelangan, Indovision terpaksa bermain kotor dengan memfitnah Astro.

Cara berdebat semacam itu tentu saja tak sehat, karena mengalihkan orang dari isu sesungguhnya. Saya adalah seorang akademisi, peneliti dan pengajar ilmu komunikasi. Bagi saya yang terpenting adalah apakah sistem penyiaran di negara ini berjalan dengan baik dan benar.

Sejumlah perkembangan yang baru semakin menjelaskan ”kejahatan” Astro Malaysia. Untuk menjelaskan pernyataan itu, nampaknya kita perlu kembali merunut banyak hal:

1. Astro Malaysia berposisi monopolistis di Malaysia. Mereka tidak membiarkan ada pemain lain yang boleh bersaing dengan mereka di Malaysia — sesuatu yang dapat mereka lakukan karena kedekatan mereka dengan pemerintah Malaysia. Astro bahkan membeli sejumlah content terbaik dari stasiun-stasiun televisi free-to-air di Malaysia sehingga acara-acara itu hanya bisa disaksikan di Astro. Dengan posisi seistimewa itu, tak mengherankan bila Astro menjangkau sekitar 60% rumah di Malaysia. Bagaimanapun, itu saja sudah menunjukkan gaya berbisnis mereka yang nampaknya justru tidak percaya pada iklim kompetisi yang sehat.

2. Ketika mereka ingin masuk ke Indonesia yang menerapkan prinsip “pasar bebas”, mereka terhalang oleh dua hal. Hal pertama, satelit. Mereka mau masuk ke Indonesia dengan menggunakan satelit Malaysia, Measat-2. Di Indonesia, seharusnya hanya satelit-satelit yang berbasis Indonesia yang dapat dioperasikan untuk keperluan pay-tv. Tapi pemerintah Indonesia kemudian mengalah dan mengizinkan Astro beroperasi dengan Measat, dengan kesepakatan “resiprokal”: satelit Malaysia boleh masuk ke Indonesia, dan satelit Indonesia boleh masuk ke Malaysia. Kedua pemerintah setuju. Itu terjadi 2006 lalu. Nyatanya? Sampai sekarang janji itu tak diwujudkan pemerintah Malaysia. Ketetapan bahwa Astro berposisi monopolistis di Malaysia tetap tak berubah, sehingga kesepakatan soal satelit itu tak berarti apa-apa. Kalaupun satelit kita bisa menjangkau Malaysia, tetap tak bisa dioperasikan untuk keperluan televisi berbayar.

3. Halangan kedua adalah soal modal. UU Penyiaran Indonesia menetapkan batas maksimal saham asing di lembaga penyiaran adalah 20%. Jadi Astro hanya bisa masuk ke Indonesia dengan berkongsi sebagai partner dengan pemodal Indonesia. Ditemukanlah Lippo. Jadi yang mengurus izin penyiarannya, Direct Vision (anak perusahaan Lippo), dan yang mengurusi contentnya Astro.  Di atas kertas, saham Astro memang cuma 20% di Direct Vision.

Tapi ternyata, yang tak diketahui umum, Astro memang tak pernah berniat baik sejak awal untuk mematuhi peraturan di Indonesia. Rupanya mereka — Astro dan Lippo – bersepakat, melalui Shareholder Settlement Agreement,  bahwa setelah satu jangka waktu, kepemilikan saham Astro itu akan meningkat. Dalam skenario aslinya, Astro kemudian akan perlahan menguasai 51% saham yang semula dimiliki Lippo dengan harga yang sudah disepakati.

Sialnya, Lippo kemudian berubah pendapat. Mereka menaikkan harga saham mereka setelah — kabarnya — marah karena Astro memperoleh untung besar dengan menjual saham-saham yang mereka beli dari tangan Lippo di projek-projek lain (terutama telekomunikasi) kepada pembeli dari Timur Tengah dengan nilai yang sangat tinggi.

Astro marah dengan tindakan sepihak Lippo ini. Karena itulah mereka mundur dari kerjasama dengan Lippo dan kemudian memilih partner baru, Aora TV. Gara-gara konflik inilah, kebusukan itu terungkap.

Jadi bisa dlihat, Astro memang tak berniat baik untuk hanya memiliki saham 20 persen. Pihak Astro berdalih bahwa ketika mereka menandantangani kesepakatan dengan Lippo – soal penguasaan saham 51% itu – di awal 2005, belum ada Peraturan Pemerintah soal pembatasan modal asing. Tentu saja argumen itu lemah. UU Penyiaran lahir tahun 2002, dan di situ sudah jelas sekali tertera ketetapan soal batas maksimal modal asing hanya 20 persen.

4. Keburukan Astro yang lain adalah cara mereka berdagang. Kasus terbaik adalah soal Liga Inggris. Sekarang sudah semakin terungkap, betapa liciknya mereka. Astro membeli hak tayang Liga Inggris itu terlebih dulu sebelum tawaran itu sampai ke Indonesia. Mereka membeli hak tayang untuk tiga negara: Malaysia, Indonesia dan Brunei. Dengan hak itu mereka langsung masuk ke Indonesia tanpa memberi kesempatan bagi pemain di Indondia untuk ikut lelang. Mereka pun dengan licik memonopoli hak siar itu sehingga baik pemain pay-tv yang lain maupun free-to-air tv tak bisa menyiarkannya. Tontonan yang semula bisa disaksikan gratis oleh rakyat Indonesia, tiba-tiba saja hanya bisa diakses dengan harga 200 ribu rupiah. Ini tak ada presedennya di Indonesia. Sialnya, bangsa kita mau saja dikibuli semacam itu.

5. Kini, setelah mereka pindah ke Aora TV, kepongahan Astro semakin menjadi-jadi. KPPU misalnya sudah menyatakan bahwa Liga Inggris tak boleh dimonopoli di Aora dan harus dibagi dengan Direct Vision. Nyatanya, Astro Malaysia cuek saja dengan keputusan KPPU itu.

Jadi, barangkali memang ada soal dengan Depkominfo dan KPI kita yang nampak tak mengerti apa-apa. Tapi, jelas, Astro bukanlah korban. Mereka sendiri adalah masalah terbesar.       

 

Ditulis dalam Mass Media. 14 Comments »

14 Tanggapan to “Astro Malaysia Tidak Berniat Baik, Sejak Awal”

  1. Iwan Says:

    Saya kutip berita dari Antara (31/8/08). Menurut majalah Tempo konflik Astro – Lippo memang soal pengalihan saham 51% yang jelas dilarang UU. Mungkin memang tidak terjadi pemindahantanganan izin secara tertulis, tapi apakah tidak mungkin ada kesepakatan di bawah meja?

    DPR Perlu Panggil Pemilik Aora TV

    Jakarta (ANTARA News) – DPR khususnya Komisi I, perlu memanggil pemilik Aora TV yakni PT Karya Megah Adijaya (KMA) dan pihak terkait sehubungan dengan dugaan pelanggaran izin prinsip stasiun televisi itu.

    “Saya akan usulkan Komisi I memanggil seluruh pihak terkait termasuk manajemen PT KMA, Komisi Penyiaran Indonesia serta Depkominfo,” kata anggota Komisi I DPR Djoko Susilo di Jakarta, Minggu.

    Bila Aora TV terbukti melanggar, kata dia, maka pemerintah harus mengambil sikap tegas. Menurut ketentuan, sanksinya bisa berupa pencabutan izin prinsip.

    Aora TV diduga melanggar izin prinsip terkait pengalihan saham PT KMA pada pemilik baru yang oleh sejumlah kalangan dinilai sebagai pemindahtanganan izin penyiaran yang dilarang UU UU No 32/2002 tentang Penyiaran.

    Djoko mengatakan, pasal 34 butir 5d UU Penyiaran jelas menyebutkan izin penyelenggaraan penyiaran dapat dicabut karena dipindahtangankan kepada pihak lain.

    Pasal 66 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 21/2001 tentang penyelenggaraan jasa telekomunikasi menyebutkan pemilik ijin prinsip dilarang mengubah susunan kepemilikan saham perusahaan.

    “Pergantian susunan kepemilikan saham di PT KMA jelas-jelas melanggar peraturan. Karena itu , izin prinsip itu harus dikembalikan kepada negara,” kata Djoko.

    Sementara itu, seperti dikutip Koran Tempo, Komisaris PT KMA Rini Soemarno menyatakan tidak ada yang salah dengan izin prinsip PT KMA karena izin tersebut tidak dijual dan masih ada di perseroan tersebut.

    “Izin itu kan diberikan ke Karya Megah, jadi melekat di perseroan. Izin itu tidak boleh dipindahtangankan. Saat ini izinnya masih di Karya Megah. Perusahaannya masih tetap sama,” katanya.(*)

    COPYRIGHT © 2008

  2. David Says:

    Thank you mas Ade, jawabannya lebih elegan walau terdapat beberapa yang tidak berdasar. Mohon gunakan dasar2 kuat dari asumsi mas ade. Saya cuma mau mas ade bisa COVER BOTH SIDE, karena mas ade itu akademisi ilmu komunikasi yang sudah pasti paham kode etik jurnalistik. Jadi begini,

    1. Kepemilikan, namun toh astro tidak melanggar, karena 100% saham milik grup lippo (Indonesia). Walau ada perjanjian 51% saham bual astro, itu adalah untuk memproteksi investasi astro di kemudian hari yg sekarang nilainya lebih dari USD 200 juta. Masalah realisasi 51% itu kan bisa saja ketika nilai PT DIrect Vision sudah bagus, 30% nya dijual oleh Astro ke pihak lain untuk mengembalikan nilai investasinya.

    2. Di posting sebelum ada mas Iwan menanggapi soal harga kabelvision, maksud saya sewaktu astro belum masuk apa anda sudah langganan pay tv? belum kan? selain mahal, administrasi ribet dll. Jadi ada nilai tambah dari Astro donk, sehingga persaingan ketat harga pun semakin terjangkau.

    3. Astro memperoleh hak ekskusif liga inggris 3 season, so what? Itu bukan sesuatu yg menguasai harkat hidup orang banyak, itu content yang premium. Di mana-mana orang memang harus bayar untuk content yang premium. Jangan kekalahan pihak TV indonesia lalu menyalahkan orang lain. Gentle donk. Telkomvision dapat liga seri a itali, indovision waktu itu dapat piala eropa, santai-santai saja. Coba astro yg dapat itu liga atau piala eropa, langsung heboh.

    4. Monopolistis astro di malaysia? Saya rasa tidak! Ada beberapa operator pay tv di sana namun kecil2. dan lagi-lagi tidak mampu bersaing.

    5. INI HARUS DI JAWAB DENGAN JELAS, SEBENARNYA APA SIH KERUGIANNYA DENGAN ADA ASTRO DI INDONESIA, APA SIH KEUNTUNGANNYA? COBA MAS ADE JAWAB!!! Jangan cuma berani berkata busuk, curang, licik. Apa dampak kebusukan, kecurangan dan kelicikan? Yang riil donk, kuantitatif dan kualitatif!!!

    6. Tudingan astro membeli konten2 dari PH untuk hanya disiarkan di astro malaysia itu hanya isapan jempol. Mas Ade sudah lihat rating tv malaysia oleh ac nielsen. TV3, RTM beberapa kali dapat rating tertinggi di sana, mengalahkan program2 astro. Jadi mas ade cuma mengandalkan asumsi tanpa dasar bukan. Mau saya forward hasil ratingnya???

    7. Masalah satelit, kenapa salahkan astro. salahkanlah pemerintah anda sendiri!!! Kenapa tidak bisa negosiasi!!! Lagi-lagi jangan menyalahkan pihak lain ketika anda kalah!!! Jadilah bangsa yang ksatria!!!

    8. Masalah putusan KPPU, bukannya astro tidak mau mematuhi. Orang direct vision tidak mampu dan tidak mau bayar, masak diberi gratisan. Praktik bisnis mana yang mau berbaik hati sedemikian rupa? Saya tanya? Atas dasar apa KPPU bertindak demikian, kan gak berdasar. Apa anda tahu dasarnya apa? pasal apa? praktik internasional seperti apa? kan gak? Anda cuma mendukung pemerintah kalau keputusannya menurut anda benar bukan benar-benar adalah benar yang berdasar.

    8. KPI dan Menkominfo anda salahkan. Atas dasar apa? Aora ijinnya pindah tangan, nonsense. Dimana-mana anda beli perusahaan, ijin akta segala harta baik berwujud dan tidak berwujud itu ikut terbawa. Mau pakai dasar hukum mana pun tuduhan pindah ijin itu tidak akan terbukti.

    9. Astro merusak tatanan industri televisi di Indonesia? DARI SISI MANA? APA BUKTINYA? Dari harga pay tv yang mahal menjadi murah? Channel astro khusus itu beli program dari Indonesia loh mas, sudah lihat contentnya? Ada yang melanggar tatanan gak?

    10. Oke, Mas Ade itu akademisi, mendukung sistem penyiaran yang benar. Benar menurut siapa? Channel2 porno di amerika itu benar menurut pemerintah amerika. Jadi sistem penyiaran yang mutlak benar Mas Ade sebutkan itu tidak riil. Yang saya coba angkat di sini, adalah, siapa pun pihak-pihak yang masuk dalam tatanan penyiaran di Indonesia, harus bisa menjunjung tinggi aspek keadilan.

    11. Mohon maaf kalau anda tersinggung jadi orang bayaran MNC, tapi anda pasti tahu MNC sangat berusaha keras agar astro keluar dari indonesia, lihat kasus black out astro 3 hari waktu itu, masak anda tidak tahu MNC turut andil. Pertanyaan saya, anda kok sudah stop mengkritisi MNC dan tayangan2 murah di Indonesia ini? Letih atau kurang sensasional. Mana yang lebih penting sih mas ade? Teruskan kritik ke pembuat tayangan murah tak bermutu itu, jangan berhenti begitu saja. Kehabisan energi?

    Sejauh Media seperti edukasi, informasi, dan hiburan layak terjangkau, memberikan nilai tambah pengetahuan, tidak berdampak buruk terhadap manusia, untuk jurnalistik tidak memihak (cover both side), dan lain-lain. Tidak perlu itu pemerintah campur tangan. Mau pemilikan 100% asing kek, sejauh informasi yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan.

    Sekarang ini informasi itu tidak kenal batas wilayah kok, terus apa dampak pembatasan pemilikan asing kepada bangsa ini? Apa takut perusahaan asing memberikan informasi2 yang buruk? ITU TERLALU PICIK!!! Kalau seperti itu mau diterapkan, ya batasi itu internet kalau bisa. Sektor2 penting kenapa justru boleh, misal MIGAS, PERBANKAN, ya anda-anda tahulah sektor penting itu apa saja. Kenapa tidak di nasionalisasi itu perusahaan migas?

    Sekali lagi mohon maaf, saya hanya berusaha menjelaskan keadaan.

  3. Goliath Says:

    Bung David ini pastilah orang bayaran Astro, jadi kelakuannya sama, suka menutup-nutupi, faktanya :

    1. Pemegang saham astro ada 2 : PT. Ayundha (49 %) dan Silver Concord (51%) dan Silver Concord ini adalah perusahaan asing, yang memang dipersiapkan ketika berdiri untuk dimiliki oleh Astro setelah 3 tahun. Jadi Bung David sudah mengelabui publik (sama deh dengan Astro Malaysia)

    2. Jelas Astro membuat murah, wong semua operasionalnya dilakukan dari Malaysia. Jadi tidak ada tuh yang namanya pengendali siaran. Indonesia hanya spill over sinyal dari Malaysia, jadi ndak perlu ada biaya invetasi untuk membangun seperti yang dilakukan oleh Telkomvision, Indovision, First media, IM2. Jadi Bung David kembali mengelabui publik.

    3. Hak Ekslusif sah-sah saja, tetapi jika dilakukan dengan persaingan usaha tidak sehat ? Dan apakah Bung David tau kalau Astro tidak mengerti persaingan usaha yang sehat, wong disana dia memonopoli (25 Tahun)…kembali Bung David mengelabui..persis seprti yang membayar….

    4. Astro memonopoli di Malaysia untuk pay tv satelit. Yang kabel mah…ecek-ecek disana…Ini jelas disampaikan ketika Sofyan Djalil datang ke Malaysia. Dan mereka akan habis monopolinyasetelah tahun 2017…Bung David mencoba mengelak lagi ?

    5. Masalah satelit ya dipersoalkan, anda pasti tau kan kalau yang namanya Astro Nusantara tidak ada membayar sewa transponder ke Measat ? ini membuktikan semua diakali…dan pemerintah yang ikutanlah dengan Astro…masa anda tidak tau, bukannya anda yang melobi pemerintah supaya Astro bisa suka-suka di Indonesia ?….

    6. Dan semakin jelaslah bahwa anda tidak peduli dengan persoalan kemilikan oleh Asing…yang penting tayangannya…ini nih Bung David yang pura-pura bodoh….apa anda tidak tau bahwa yang namanya penyiaran sangat berbahaya dapat mempengaruhi opini masyarakat ? Anda tidak khawatir masyarakat kita akan dipengaruhi oleh pemiliki modal asing ? Apakah kita bisa masuk Malaysia untuk penyiaran? Mana mungkin . Apakah anda tau kalau sekarang ini pemerintah Malaysia membatasi lagu asing (termasuk lagu Indonesia)disiarkan di radio-radio dan televisi Malaysia hanya boleh 20 %.

    Semuanya semakin jelas…Bung David tidak lebih dari antek-antek dan orang bayaran Astro Malaysia..

    Sadarlah anda Bung David atas perlakuan anda terhadap bangsa sendiri…dan kalau anda orang Indonesia, lebih hina diri anda dari orang Malaysia sendiri…..

  4. adearmando Says:

    Mas David, seperti biasa argumen Anda punya banyak kelemahan mendasar. Ini jawaban cepat saya:

    1. UU Penyiaran kita menyatakan, pihak asing hanya boleh punya saham 20%. Astro mau 51%. Ya jelas salah dong!

    2. Sebelum ada Astro, pay-tv kita menyiarkan liga Inggris. Tapi waku itu, penonton free-to-air tv bisa juga menyaksikan liga Inggris. Sekarang, penggemar liga Inggris hanya bisa menyaksikan tayangan favoritnya itu dengan membayar 200 ribu! Hanya di Astro, pula! Apa itu tidak cukup sebagai alasan betapa kehadiran Astro merusak sistem penyiaran kita? Di Inggris, liga Inggris bahkan tidak dimonopoly Sky-B. Tapi kalaupun ya, mayoritas orang Inggris sudah mampu berlangganan pay-tv. Jangan bandingkan dengan Indonesia dong, tuan David. Anda itu sama sekali tidak peduli dengan hak rakyat Indonesia ya?

    3. Soal bagaimana Astro itu memonopoli pasar pay-tv di Malaysia sudah melegenda kok. Dan itu terjadi karena Asrto adalah kaki tangan penguasa Malaysia, bukan? Come on, be honest lah! BTW, bagaimana nasib asas resiprokal yang harus diterapkan di Malaysia sehingga pay-tv Indonesia juga bisa masuk ke sana?

    4. Soal rating TV3 bersaing dengan Astro, Ya iyalah. Tapi sekarang lihat di Indonesia. mana ada program Astro (atau pay-tv lainnya) yang bisa bersaing dengan free-to-air kita? Si Astro itu pasti sebal sekali, karena di Malaysia dia berjaya tapi susah sekali masuk ke Indonesia. makanya mereka menerapkan praktek yang busuk dan kotor.

    5. Sebagai kaki tangan Astro, Anda sebaiknya tidak mengajari kami soal ksatria, keadilan, keterbukaan. Bagaimana mungkin Anda bicara soal itu, sementara Astro semena-mena melecehkan hukum penyiaran di Indonesia. Indonesia jelas lebih ksatria daripada Malaysia yang protektif di negaranya sendiri tapi ke mana-mana memanfaatkan pasar bebas yang diterapkan di negara lain.
    Menurut saya, Astro doesn’t belong here. Anda dan teman-teman Anda itu sebaiknya cari ladang bisnis baru saja di negara asal Anda. Di sini, Anda sekadar memanfaatkan keburukan penyelenggaraan pemerintahan kami untuk mengeruk keuntungan seebsar-besarnya ke negeri Anda. I love Malaysia. Tapi, maaf, kami membenci Astro.

  5. David Says:

    Mana Ksatria nya Indonesia mas ade?

    Sudah baca berita hari ini? Hari ini saya tertawa atw paling tidak tersenyum.

    KPK mengangkap orang KPPU bersama presdir First Media bersama barang bukti uang 500 juta.

    Ingat kata-kata anda astro tidak menghormati putusan KPPU???? Ingat tidak???? Jangan pura-pura lupa!!!!

    Statement kemenangan saya adalah:

    Buat apa mematuhi putusan yang terindikasi KKN???

    Anda hipokrit dalam hal astro, anda berkomentar negatif tentang putusan yang mengalahkan tempo. Tapi untuk astro anda menggunakan perasaan kebencian anda untuk menunjukan pro kontra anda?

    Ayolah, anda akademisi bukan. Saya kenal kok orang2 komunikasi UI, beberapa famili saya. Dan tidak ada yang seperti anda!!!! Dimana netralitas anda, lagi2 “COVER BOTH SIDE” Donk!!!

    Masalah 51%, itu sudah terealisasi belum? Orang baru punya rencana itu belum jadi kesalahan. Nah 51% itulah yang astro mau struktur ulang supaya tidak melanggar. Dalam proses struktur ulang itu lippo tidak mau kerja sama. Anda kan tidak mau tahu itu.

    Hak rakyat indonesia atas liga inggris? Memangnya dilindungi undang2? Karena sifatnya barang sekunder bahkan tertier, negara tidak perlulah melindungi itu? Baca undang-undang gak??? apa saja yang dilindungi??? Yang menguasai harkat hidup orang banyak??? Liga Inggris???? Terus apa komentar anda tentang liga seri a?

    Anda orang luar astro yang tidak tahu atau pura2 tidak tahu? Dari sumber2 internal KPK dan KPPU, MNC itu berada di belakang kisruh2 astro. Anda pasti tahu itu? tapi rasanya berusaha menutup nutupi.

    Walau nama saya David tapi saya muslim, sama dengan anda. Izinkan saya kutip potongan hadits “sesungguhnya amal itu tergantung niatnya” Saya tahu Astro luar dalam, dan astro gak punya niat untuk merugikan bangsa ini. Terus terang strategi perolehan hak siar eksklusif liga inggris selama 3 season yang menuai badai itu, tidak diharapkan oleh astro kok! Itu bagian dari strategi marketing!!!! Mengingat liga inggris itu bukan kebutuhan pokok, jadi astro jalankan saja strategi itu. Sekarang keadaannya sudah terlanjur basah, astro sudah punya komitmen tiga season, tidak bisa dibatalkan. Masa diberikan gratis ke TV Free to air di Indonesia? Anda tahu geliat industri production house indonesia dengan masuknya astro? kurang lebih 300 miliar rupiah digelontorkan untuk memproduksi konten lokal indonesia yang bermutu. Tenaga kerja indonesia yang diserap berapa banyak, dan itu tenaga kerja trampil. Anda tahu standar gaji di astro, jauh lebih tinggi dibanding TV2 Free to air indonesia bahkan pay tv lain. Jadi anda masih mau berkata astro jahat?

    MENGERUK KEUNTUNGAN??? Jadi ini masalahnya? Keuntungan dari siapa???? Apa kerugiannya sebutkan? Materiil dan Imateriil!!!!

    Anda cuma berbicara tanpa dasar!!! Saya berdasar!!!
    Saya ulang, ketika anda berbicara astro tidak menghormati putusan KPPU, saya sudah tahu putusan itu tidak adil!!!! Dan voila!!!! terbukti.

    Anda bicara praktek busuk dan kotor, mana yang kotor??? Jangan hanya kata2 donk, yang nyata!!!

    Melecehkan hukum penyiaran Indonesia??? Kalau hukumnya tidak benar dan dipengaruhi kepentingan2 pihak tertentu??? Anda tahu donk pihak tertentu itu siapa!!!! Lihat lagi yang baru terbukti, KPK tangkap KPPU!!!

    Anda Pasti Salah, saya tahu itu!!! Karena saya tahu lebih banyak dari anda tentang persaingan industri Pay TV di Indonesia dan di Malaysia!!! Saya punya data dan fakta, karena itu saya tinggal tunggu saja pengungkapan-pengungkapan berikutnya. Apa masih berani itu orang-orang anti kompetisi mempengaruhi regulasi pemerintah!!! Superbody KPK, Go!!!!

    Ah sudah ya mas, yang jelas senyuman saya lebih lebar dari mas ade saat ini dan seterusnya soal astro. Karena saya tahu dan anda cuma bisa menduga bukan?

    Mohon maaf lahir batin, tetap semangat puasa!!!!

    DVD

  6. Iwan Says:

    1. Pak David, di rumah saya sudah langganan Kabelvision sejak lama (tahun 2000 ?). Kalau saya langganan sekarang pasti namanya First Media. Tapi saya sudah langganan sejak masih memakai nama Kabelvision. Karena ada dua kebutuhan yg saya perlukan, nonton Liga Inggris dan sambungan kabel internet.

    2. Sebelum ada Astro tayangan liga inggris bukan premium content, berbeda dengan saluran HBO, Cinemax, Star Movie, atau FTV yang harus ada tambahan pembayaran dan pemasangan decoder khusus.
    Jelas-jelas ini merugikan konsumen yang lebih luas karena dulu bisa nonton dengan harga murah tapi kok sekarang dengan adanya persaingan malah semakin mahal? Persaingan yang fair justru membuat harga turun.

    3. Pak David berkomentar: pada bagian 7:
    “Masalah satelit, kenapa salahkan astro. salahkanlah pemerintah anda sendiri!!! …”
    Ini makin membuktikan bahwa Pak David berbicara atas nama Astro karena mementingkan kepentingan Astro. Selain itu, ini juga indikasi bahwa ijin yang mereka peroleh berbau KKN dan layak ditelusuri KPK karena hanya gara-gara ada Astro maka hak labuh satelit diberikan kepada pihak asing (Astro).

    4. Pada bagian 8 soal putusan KPPU kembali membuktikan bahwa mereka memang menuntut kepemilikan 51% saham untuk perusahaan asing yang jelas2 dilarang dalam UU. Apakah Astro mau mengangkangi pemerintah indonesia 2 kali?

  7. Iwan Says:

    Pak David sebaiknya anda jangan nyengir dulu dengan tertangkapnya M Iqbal dari KPPU. Sebentar lagi giliran anda!

  8. adearmando Says:

    David. Kok kemana-mana? Pakai ada soal agama, hadits, dan bahwa Anda punya saudara di UI?
    Sudahlah, Astro tak perlu lagi dibela. Mereka busuk.
    Kenapa pula Anda berusaha menunjukkan bersihnya Astro dengan menggunakan kasus korupsi anggota KPPU?
    ya, Iqbal KPPU itu (kemungkinan besar) korup. Tapi Astro juga korup. Mereka menyangka bisa begitu saja melecehkan hukum di Indonesia. Mereka itu tamu yang tak tahu diri.
    Berbagai posting pembaca lain sudah menunjukkan lemahnya informasi Anda soal Astro.
    Kalau Tempo sih, wajib dibela dong. Tapi masak Anda menyamakan Astro yang busuk dengan Tempo yang memperjuangkan kebenaran? Get real, man?

    selamat puasa juga

  9. David Says:

    Bukan ke mana-mana… Bukan masalah agama, kan saya minta ijin untuk kutip hadist. Saya cuma mengetahui niat astro itu gak salah kok. Tidak mau mencuri, atau merusak sistem penyiaran (yang mas ade agung2 kan). Soal famili saya di jajaran kom UI, itu sekedar perbandingan kalau saya diskusi dengan mereka itu kok beda ya? Benar2 berasa mereka itu ahli komunikasi. Btw saya jadi ragu kalau anda benar ade armando, kok gaya bahasanya aneh ya??? Anda bukan ade armando kali ya? Masa dosen Kom UI bicaranya Sama sekali tidak mencerminkan seorang akademisi. OK lah, iya maupun tidak saya tahu anda manusia biasa seperti saya.

    Saya bukan menunjukkan bersihnya astro dengan KPPU, tapi mengkaitkan pernyataan anda bahwa astro (baca Astro All Asia Network PLC, bukan Direct Vision) tidak menghormati putusan KPPU. Karena putusan itu sekarang terindikasi ada kemungkinan dipengaruhi grup lippo. Begitu mas. Baca yang bener donk.

    Tuh, lagi-lagi anda labelling, tanpa dasar anda langsung labelling! Coba buka-buka lagi itu buku-buku komunikasi yang tebal itu. Saya berharap anda dewasa dalam mencermati hal ini, dan komentarnya juga dewasa. Kalau saya jelas saya bukan pakar komunikasi, asal sajikan saja apa yang saya tahu. Anda, tahu juga tidak main tuduh sana tuduh sini.

    Semoga anda bukan ade armando yang asli!!!

    Masalah satelit, kesalahan pemerintah Indonesia bukan pada pemberian ijin tapi ketidakmampuan memasukkan tv satelit ke malaysia, lha wong astro punya kontrak dengan pemerintah malaysia. Ini normal-normal saja, coba bandingkan dengan TVRI yang menguasai industri tv saat dulu.

    Masalah premium content atau tidak itu tergantung situasi pasar, RCTI dulu pakai dekoder, kenapa sekarang tidak? Dulu liga inggris FTA, knp sekarang harus langganan?

    Kita sudahi saja ya, diskusi ini. Kita sama-sama lihat saja nanti ke depannya.

  10. Mila Says:

    Seru ya? Saya malah merinding menonton seorang anggota KPPU ditangkap KPK yang kata info orang dalam KPK “indikasinya sudah banyak”. Maksud “indikasi” ini apakah sudah sering si MI begitu di banyak kasus, atau untuk kasus First Media ini tak hanya MI? Wallahualam…

    Iwan: hari ini Astro Malaysia bisa tertawa, tapi justru SEMUA orang di Indonesia dong yang boleh tersenyum lega. Akhirnya berbisnis di Indonesia efisien, karena tak perlu ada uang ekstra. Kalau masih ada seratus MI di berbagai lini, masih high cost economy.

    David: apapun kewarganegaraan Anda, lihatlah itikad Astro di awal, kenapa 2005 minta izin tidak melalui KPI? Saya tahu persis proses perolehan izin Astro di Postel. Aora TV? Saruwa kene. Tahun ini Aora bersiaran dengan izin prinsip telsus TV berbayar UU 36/1999 yang sudah batal demi hukum karena ada peraturan lex specialis UU 32/2002.

    Jadi pertanyaannya ada dua: “Kenapa Pemerintah beri izin waktu itu?” dan “Kenapa Aora masuk lewat Dirjen Postel”? Sudah jelas di PP 52/2005 juga bilang Izin Penyelenggaraan Penyiaran pintu masuk pertama lewat KPI. Kalau mau izin frekuensi saja, jangan siaran dong. Astro pun begitu… pasang blue screen saja 24 jam kalau mau urus izin di Postel. Jangan ada isi siaran.

    Satu lagi, kantor Aora TV hanya berbeda satu lantai dengan Astro di satu gedung, apakah ada indikasi “Aora TV dan Astro Nusantara” bayar listrik lewat kantong kiri dan kantong kanan dari baju yang sama? Tak adakah gedung di Jakarta lainnya yang lebih efisien untuk berbisnis TV berbayar? Ada di mana head-end Aora? Apakah sudah diverifikasi faktual oleh KPI… dst. dll…

    Jika harga berlangganan turun karena ada persaingan, tentu bagus untuk konsumen. Tapi jika pajak sebuah usaha bernilai jutaan dolar digelapkan, dan uang berlangganan lari semua ke negara orang, yah… kapan Indonesia bisa kaya? Konsep free trade atau global harus diatur untuk proteksi jangka panjang, Pak. Ah sudahlah…

    Bang Ade: Praktik-praktik seperti Aora TV dan Astro Nusantara setali tiga uang ya?

    It takes two to tango, one to dangdut… mana ada korupsi itu cuma sorangan dewe. Saya yakin dengan KPK, dan sebagai warga negara Indonesia tentu saya dukung penuh KPK.

    Satu lagi, Indovision sebagai kompetitor Astro dan Aora yang kerjanya menyalib tidak sehat akan pusing tiap hari urus cara-cara baru menelikung yang tidak sehat. Tapi coba lihat Telkomvision yang bermain cantik… haha pelanggannya naik signifikan 1000% di setahun terakhir tapi tidak ada yang pusing? Saya tahu betul cara Telkomvision menggemukkan pelanggan, dan saya salut.

  11. adearmando Says:

    David, gaya berdebat Anda memang buruk.
    Tatkala terdesak, Anda malah bertanya: apa Anda ini memang Ade Armando?
    Lho?
    Lalu bicara soal saudara-saudara Anda di kom UI, yang kesannya lebih berkualitas dari saya.
    Lho?
    Bahkan Anda tidak berani menyebut nama-nama saudara Anda itu!
    Lho?
    Terus Anda bilang saya labelling!
    Lho? (Anda mengerti kata itu nggak sih?)
    Lalu Anda membela Astro dengan mengatakan, pay-tv kita saja yang nggak bisa masuk Malaysia.
    Lho? Bukankah pemerintah Malaysia yang memang mencegah masuknya pay-tv asing. Wong, Astro itu monopoli pay-tv satelit di Malaysia kok.
    David, kalau Anda mau membela Astro, lakukan dengan data cukup.
    David, Astro tidak punya niat baik sejak awal.
    Seperti ditulis salah satu posting, izin awal masuk Indonesianya saja tidak lewat prosedur seharusnya. Jadi, mereka itu memang melanggar UU sejak awal.
    Sejak awal.
    Astro itu mau mengeruk untung sebanyak-banyaknya dari Indonesia, tapi dengan cara yang haram.
    Maaf, kalau kenyataan ini terlalu menyakitkan hati Anda.

    baca saja tulisan Mila yang dimuat di blog ini.

  12. mbs Says:

    Saya cuma orang awam penggila EPL, sekali lagi orang awam bukan ahli seperti pak David

    Saya kecewa dan merasa dipermainkan oleh Astro Malaysia

    Saya adalah salah satu dari banyak orang berlangganan Astro Nusantara karena EPL, pada dasarnya pelanggan Astro Nusantara adalah pelanggan Astro Malaysia juga karena Astro Nusantara sebetulnya cuma kepanjangan tangan dari Astro Malaysia untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia

    Nah pada saat terjadi masalah internal perkongsian mereka (astro Nusantara dan Malaysia) Astro Malaysia seenaknya memindahkan hak siar EPL ke Aora TV, tanpa memikirkan kepentingan pelanggannya yang sudah setahun berlangganan sama mereka, dan sepertinya mereka gak peduli sama pelanggannya, apa memang begini cara berbisnis orang Malaysia.

    Memang solusinya gampang pindah aja ke Aora kalau mau tetap nonton EPL, tapi memangnya pindah ke Aora gak kena installation fee, belum lagi gak ada jaminan kalau tahun depan Aora tetap menyiarkan EPL, siapa tau tahun depan Aora dan Astro Malaysia berselisih dan Astro Malaysia berikan lagi hak siar EPLnya ke pay TV lain, tentunya kita harus pindah dan bayar installation fee lagi belum lagi waktu dan tenaga yang terbuang untuk hal tersebut dan tahun-tahun berikutnya bisa terjadi hal yang sama.

    Jadi walaupun penggila EPL tapi mulai tahun ini saya gak mau ikut-ikutan pindah ke Aora bukan masalah uang tapi saya gak mau dipermainkan

    Saya berharap dimasa depan ada perusahaan/pengusaha Indonesia yang sanggup beli hak siar EPL dengan cara kontrak langsung dengan ESS atau langsung ke Inggris sehingga gak harus lewat Astro Malaysia sehingga Astro Malaysia get rid of Indonesa

    Sekian

  13. Sastro Says:

    Mas, masalah ribut diskusi Astro..saling menyalahkan sih silahkan saja.. kalau perlu diterusin didarat… 🙂 Tapi masalahnya:
    1. Seharusnya Astro (Direct Vision atau apapun namanya) memperingatkan pelanggan 1 bulan sebelum pemutusan Jadi bisa ganti providerlain sebelum putus. Memang cuma Liga Inggris saja yang kalau hilang bikin susah?? Anak2 juga susah mas!!! Gak bisa nonton Animax lagi !

    2. Masalah yang sudah bayar silahkan dikembalikan
    3. Tidak boleh ada penalty/denda atau duit apapun yang boleh ditarik oleh petugas mantan Astro atau lainnya.
    4. Masalah parabola dan decoder harus jelas Segera oleh karena banyak mantan pelanggan yang mau langgaran provider lain. Siapa yang mau ngambil, kapan dan sebagainya. Tanpa ada biaya apapun!!!!!
    5. Nah kalau mantan Astro macam2, nagih duit dan sebagainya… Sebaiknya decoder dan parabolanya diloakan saja. Bukan masalah duitnya sih, tapi sama2 gigit jari…Sama2 rugi ha.. ha.. ha..ha..
    6. Kalau maksa nagih saya sarankan pemilik rumah juga menagih balik uang sewa tempat untuk masang parabola Astro Rp. 100 ribu perbulan X lama langganan. Nah bayarlah denda dan sebagainya dengan uang sewa tersebut..

    Sastro

  14. Narongchai anupong Says:

    SAYA SEBAGAI RAKYAT MALAYSIA MEMANG TIDAK BERPUAS HATI ASTRO KERANA GAMBAR YANG DI TAYANG SETIAP HARI DI ULANG DAN BAYARAN SEMAKIN MENINGKAT.BAGI SAYA PIHAK ASTRO HANYA CEKIK KEDARAH DUIT RAKYAT SAHAJA SAMALAH DENGAN KERAJAAN MALAYSIAL TIDAK BOLEH MEMBERI PELUANG KEPADA RAKYAT SATU MALAYSIA MENGGUNAKAN PARABOLA SEPERTI NEGARA-NEGARA LAIN.LIHATLAH NEGARA BRUNEI PUN DI BERI PELUANG KEPADA RAKYAT NEGARA BRUNEI MENGGUNAKAN PARABOLA.


Tinggalkan Balasan ke David Batalkan balasan