Pramono Anung dan Apa Salah Gita Wirjawan?

Pramono Anung dan Apa Salah Gita Wirjawan?

http://politik.kompasiana.com/2013/07/20/pramono-anung-dan-apa-salah-gita-wirjawan-575092.html 

Image

Pekan lalu, anggota parlemen Pramono Anung menyindir Gita Wirjawan yang menurutnya sebaiknya mundur saja dan seharusnya diberi teguran lebih keras oleh Presiden akibat kegagalannya mengendalikan harga daging sapi. Pramono juga berkomentar bahwa Gita lebih sibuk mengurusi pencitraan dirinya untuk menuju kursi kepresidenan ketimbang mengurusi harga-harga.

Pandangan seperti komentar Pramono itu memang lazim terdengar di berbagai kolom komentar pembaca di berbagai media online.

Tapi bagi saya, Pramono mengecewakan karena dia adalah seorang anggota parlemen yang berkualitas di atas rata-rata politisi lainnya. Seharusnya dia lebih tahu daripada rakyat kebanyakan tentang persoalan yang sesungguhnya.

Menganggap Gita bersalah dan tidak bekerja dalam soal harga daging hanya bisa hadir dari ketidakpahaman masalah atau karena memang sengaja ingin menjatuhkan Gita.

Banyak rakyat tidak paham, di masa ini pemerintah tidak boleh mengintervensi harga pasar. Dengan kata lain, harga itu seharusnya mencerminkan keseimbangan pasokan dan permintaan. Menteri tidak boleh mengeluarkan instruksi bahwa harga dipatok pada angka tertentu.

Dalam soal daging ini, yang jadi masalah adalah permintaan jauh lebih besar dari persediaaan. Peternakan dalam negeri tidak bisa menyediakan daging dalam jumlah yang cukup. Jadi yang menaikkan harga adalah produsen dalam negeri. Kenapa mereka melakukannya? Karena mereka adalah pebisnis!

Salah satu cara untuk menyeimbangkan permintaan dan pasokan adalah mengimpor daging. Masalahnya, Indonesia juga memutuskan bahwa untuk kebutuhan pokok semacam ini, arus impor itu dibatasi. Ada kuotanya. Gita selalu mengatakan, bahwa sebenarnya akan jauh lebih mudah  kalau Indonesia membuka saja pintu selebar-lebarnya bagi impor daging.  Tapi dia sadar, kalau itu dilakukan, itu akan mengancam peternakan domestik.

Masalah bagi Gita, kebijakan impor sapi itu tidak terletak di tangannya. Yang punya otoritas pertama untuk mengeluarkan surat izin adalah Menteri Pertanian.  Karena itu, dalam  kasus ’sapi PKS’ nya Fathonah, yang disebut-sebut terlibat adalah Menteri Pertanian. Dalam kasus impor sapi sekarang pun, Menteri Pertanian bermasalah karena izin impornya terlambat sekali dikeluarkan. (Alasan Kementerian Pertanian soal keterlambatan impor ini adalah ketidaksiapan Bulog menyediakan cold storage untuk menyimpan daging-gading impor itu).

Bahkan Kementerian Pertanian pun punya kontribusi negatif lain bagi persoalan ini karena selama bertahun-tahun mereka gagal mengeluarkan langkah-langkah yang akan mendorong peningkatan produksi daging dalam negeri sesuai dengan kebutuhan pasar domestik.

Dengan gambaran semacam ini, mengherankan kalau Gita jadi orang yang dipersalahkan dalam ketidakcukupan supply daging. Ini yang menyebabkan dia berulang-ulang  menyatakan, sebaiknya kebijakan impor daging sapi itu ada di satu pintu saja, yaitu Kementerian Perdagangan. Ini sangat logis mengingat keruwetan yang terjadi akibat keterlambatan Kementerian Pertanian.

Gita tentu kesal karena kementeriannya memang bertanggungjawab untuk menjaga kelancaran pasar, tapi dia tidak diberi kewenangan cukup untuk mengatasinya. Kalaulah ada kelemahan Gita adalah dia tidak cukup tega untuk bicara secara terbuka di depan publik tentang kelambatan kerja koleganya di kabinet itu.

Di sisi lain, SBY juga nampak kesal  karena ketidakkompakan kedua menterinya itu.

Untuk menunjukkan keruwetan masalah ini, lihatlah sikap sikap sejumlah pedagang di Jakarta yang menolak menjual daging-daging sapi impor yang secara khusus sudah didatangkan oleh Bulog. Alasan mereka macam-macam. Tapi jelas dengan sikap semacam itu, sulit membayangkan harga bisa turun dengan cepat.

Yang ingin  saya katakan, menyalahkan Gita untuk urusan harga sapi ini berlebihan. Masyarakat awam tentu dimaklumi kalau berpandangan sederhana. Tapi kalau itu keluar dari Pramono Anung?

Saya kuatir bahwa Pramono sekadar ingin menghantam Gita saja. Apalagi dia menuduh Gita lebih sibuk dengan urusan pencitraan menjelang jadi Capres. Padahal kalau kita mendengar nama Gita di media selama 1-2 bulan terakhir, hampir selalu itu terkait dengan kewajibannya sebagai Menteri Perdagangan: soal harga daging, harga cabe, HP ilegal, produk rekaman bajakan, WTO, pembelaan terhadapo UMKM, dsb.  Kalau itu disebut sebagai pencitraan, ya susahlah.

Jadi, kalau begitu, kenapa Pramono melakukannya?

Mungkin karena pada akhirnya, terlepas dari segenap kualitasnya, Pramono adalah tetap seorang politisi. Dia menyerang Gita bukan karena urusan publik, tapi karena ingin memanfaatkan momen untuk mendiskreditkan seoranbg Capres yang  dikhawatirkannya.

Dan itu memperihatinkan.